Assalamu’alaikum
Hamil adalah hal yang diidam-idamkan setiap pasangan manten
baru. Masih teringat di dalam benakku pada saat-saat itu setiap hari aku
memasakkan sayur tauge untuk suamiku (terima kasih, Sayang, kamu gak pernah
protes akan hal itu) serta rajin minum folic acid dan susu prenagen essensis
supaya bisa segera hamil. Dan Alhamdulillah, setelah 5 bulan menikah tepatnya
saat ulang tahun suamiku aku mendapati dua garis merah pada test pack
yang kugunakan. Tentunya ini kado terindah dari Allah yang didapatkan suamiku, yaitu
istrinya hamil.
Aku dan suamiku beserta seluruh keluarga kami menyayangi
janin yang ada di perutku. Maklum, janin ini adalah bakal cucu pertama bagi
orang tua kami mengingat aku dan suami merupakan anak pertama mereka. Kami
sangat menjaga buah hati kami. Makan makanan sehat, menghindari makanan instan
dan junk food, rutin periksa ke bidan setiap tiga minggu sekali, rajin
minum vitamin serta kalsium dan rutin periksa ke obgyn setiap dua bulan sekali
(dimulai dari usia kehamilan 12 minggu).
Semua terasa sangat indah. Apalagi setelah mengetahui bahwa janin
yang aku kandung berjenis kelamin laki-laki sesuai keinginan suami dan juga
ibuku. Tapi masa-masa indah itu berakhir saat usia kehamilan 30 minggu. Obgyn
bilang janin dalam kandunganku kecil apabila dibandingkan dengan janin lain di
usia kandungan yang sama. Hanya 900 gram, seharusnya lebih dari itu. Beliau
menambahkan bahwa kemungkinan besar anakku tidak bisa menunggu lahir sampai
usia kehamilan 9 bulan. Dan sebaiknya aku harus disuntik pematangan paru,
supaya paru-paru anakku sudah matang saat kapanpun dia dilahirkan. Namun ketika
itu aku masih bingung, aku takut jika disuntik pematangan paru berarti akan
memicu kontraksi yang membuat anakku harus dilahirkan paksa (saat itu bodohnya
aku tidak mengungkapkan ketakutanku pada dokterku). Karena aku tidak merasakan
keluhan apapun dengan kehamilanku (tidak ada flek, tidak ada bengkak-bengkak,
tidak ada rembes air ketuban, dan juga keluhan-keluhan lain), aku meminta untuk
mempertimbangkan analisisnya lagi. Lalu obgyn-ku memintaku kembali lagi ke
tempat prakteknya dalam dua minggu ke depan untuk observasi. Beliau juga
menyarankanku untuk banyak-banyak minum air putih dan makan es krim.
Aku baru kembali ke tempat praktik obgyn-ku saat usia
kandunganku 34 minggu, karena menunggu saat suami bisa mengantarkanku ke sana.
Suamiku bekerja di Sidoarjo padahal selama hamil aku tinggal di rumah orang
tuaku di Kediri. Aku menunggu saat suamiku bisa mengantarkanku karena memang
aku belum menceritakan masalah kandunganku ke orang tuaku. Aku takut mereka
menjadi khawatir jika mereka mengetahuinya. Aku takut menghancurkan kebahagiaan
mereka akan kesempatannya mendapatkan cucu pertama. Aku tidak bisa ke obgyn
dengan orang tuaku tapi aku juga tidak kuat menerima kenyataan pahit jika
berangkat sendiri.
![]() |
Foto USG 5D usia kehamilan 34 minggu (doc pribadi) |
Obgyn bilang tidak ada perubahan berarti dengan kondisi
janinku. Berat badannya hanya bertambah sedikit 4 minggu ini, 1.015 gram
totalnya padahal aku sudah menjalankan semua saran obgyn. Ketika aku tanya
kenapa semua ini bisa terjadi, ’ada penyumbatan pada plasenta sehingga nutrisi
dari ibu tidak bisa sampai ke janin’ jawabnya. Beliau kembali menyarankanku
untuk melakukan pematangan paru secepatnya, tapi aku kembali meminta waktu
kepada dokter untuk mempertimbangkannya dengan keluargaku, mengingat aku belum
menceritakan kepada mereka. Beliau memintaku untuk segera memberi kabar kapan
aku siap melakukan pematangan paru.
Sesampainya di rumah aku dan suamiku langsung menceritakan
semuanya ke orang tua kami. Aku benar-benar tidak tega melihat ketakutan dan
kekhawatiran di wajah mereka. Sorenya, aku mendatangi bidanku untuk mendapatkan
masukan atas vonis dokter. Bidanku juga kaget atas vonis dokter, karena
kondisiku secara fisik benar-benar baik-baik saja. Beliau sempat akan memintaku periksa ke obgyn
lain untuk mencari second opinion, tapi rencananya batal setelah beliau
langsung menghubungi obgyn ku. Bidan berkata kalau aku harus cepat-cepat
melakukan pematangan paru. Semua ini terjadi karena ada masalah pada plasenta sehingga
nutrisi dariku tidak dapat disalurkan ke janin (sesuai kata obgyn). Apabila hal
ini terus dibiarkan, maka kemungkinan terburuknya adalah janin lemas kehabisan
energi dan dapat meninggal dalam kandungan.
Maka sangat dianjurkan janin secepatnya dilahirkan. Apabila dilahirkan,
kemungkinan keselamatan untukku dan juga anakku adalah 50:50. Dan apabila harus
memilih, tenaga medis akan lebih mengutamakan keselamatanku daripada anakku.
Sampai rumah, tak habis-habisnya aku dan suamiku menangis di kamar. Kami takut
kehilangan anak kami.
Rasanya duniaku hancur. Aku tidak bisa membayangkan harus
berpisah dengan anakku secepat itu. Pagi itu (sehari setelah kunjungan bidan)
aku menemui obgyn untuk melakukan pematangan paru. Di saat antri menunggu
giliran periksa, aku masih saja tidak dapat menahan air mata ini mengalir. ‘Ya
Allah, selamatkan anakku.’ Giliranku periksa pun tiba. Aku menanyakan
apakah suntik pematangan paru akan membahayakan janinku, dan beliau berkata
pematangan paru sangat baik untuk janinku. Itu adalah langkah penyelamatan
pertama untuk janinku. Setelah itu obgyn langsung melakukan suntik pematangan
paru padaku. Obgyn mengatakan sebenarnya pilihan terbaik saat ini adalah
mengeluarkan janin dari perutku secepatnya. Namun masalahnya untuk persalinan
yang kemungkinan besar caesar membutuhkan biaya yang cukup besar
ditambah lagi dengan biaya NICU yang jauh lebih besar lagi, padahal aku masih
belum memiliki asuransi yang meng-cover semua biaya tersebut. Untuk
mengatasi masalah tersebut, obgyn memberi
anjuran padaku untuk periksa dengannya setiap seminggu sekali dan
periksa ke bidan setiap dua hari sekali untuk mengecek detak jantung janin
sampai asuransiku jadi.
Sehari setelah kunjunganku ke obgyn, suamiku segera mengurus
asuransi yang nantinya aku gunakan untuk persalinanku. Perkiraan kami asuransi
tersebut dapat digunakan pada dua minggu setelah mendaftar. Dan Alhamdulillah,
Allah memberikan kemudahan kepada kami. Ternyata karena suamiku sudah terdaftar
pada asuransi tersebut melalui kantornya, maka akunku bisa langsung ditambahkan
menjadi tanggungan asuransi yang pembayarannya melalui kantor suamiku, tidak
perlu autodebet rekening tabungan. Jadi pada saat hari itu pun kartu asuransiku
bisa dicetak dan dapat digunakan pada hari itu juga. Fyi, kami
menggunakan BPJS Kesehatan.
Dua hari selanjutnya, aku mengalami sakit perut yang sangat
parah. Aku menghubungi bidanku dan juga obgyn melalui aplikasi WA. Bidan
memberiku arahan apa yang harus kulakukan melalui aplikasi WA tersebut. Dan
Alhamdulillah, 10 menit kemudian rasa sakitnya pun reda. Sementara obgyn baru
membalas pesanku di sore hari. Beliau menyarankanku untuk segera rawat inap di
rumah sakit.
![]() |
Chat terakhirku dengan obgyn sebelum opname (doc pribadi) |
Tiga hari aku harus menjalani observasi di rumah sakit,
tepatnya di ruang bersalin. Ruang bersalin merupakan tempat untuk menjalankan
persalinan normal di rumah sakit ini. Ruangan ini merupakan ruangan yang cukup
besar yang terdiri dari kurang lebih belasan (atau mungkin 20) ranjang dan setiap
ranjangnya hanya dipisahkan dengan tirai penyekat. Karena hanya dipisahkan dengan
kain, walaupun aku tidak bisa melihat pasien di sekitarku, tapi aku bisa
mendengarkan setiap rintihan, erangan, dan jeritan setiap pasien yang
melahirkan di sana. Setiap kali aku mendengar suara-suara tersebut, aku berdoa
semoga mereka dan bayi yang dilahirkannya diberikan keselamatan oleh Allah.
Setiap kali ada suara bayi menangis, aku tersenyum dan mengucapkan hamdalah.
Ikut senang bayi mereka lahir dengan selamat. Lalu menangis karena khawatir
nanti apa bayiku bisa menangis seperti halnya bayi mereka.
![]() |
Terima kasih, suamiku, sudah menguatkanku di masa-masa sulit itu (doc pribadi) |
Di hari terakhir observasi, obgyn menyimpulkan bahwa tidak
ada peningkatan berat badan janin dan air ketuban semakin berkurang. Janin
harus segera dikeluarkan demi keselamatanku dan juga janinku. Beliau memberikan
aku dan suamiku pilihan untuk masalah persalinannya. Induksi atau caesar.
- Jika memilih induksi, obgyn akan merangsang kontraksi sehingga janin bisa dilahirkan secara normal. Kelemahannya, karena janinku kecil, maka kemungkinan besar dia tidak kuat menahan stress akan kontraksi sehingga kemungkinan terburuknya bayi akan lahir dalam kondisi meninggal. Kelebihannya 6 bulan setelah persalinan melalui induksi aku sudah diperkenankan (aman untuk) hamil lagi.
- Jika memilih caesar, aku akan mendapatkan suntikan anastesi di daerah tulang belakang. Setelah itu aku akan merasakan mati rasa di daerah perut sampai ke ujung kaki, sehingga aku tidak merasakan sakit saat proses persalinan. Dan karena janin langsung diambil melalui pembedahan di area perut, maka janin tidak merasakan stress akan kontraksi sehingga kemungkinan bayi lahir selamat lebih besar. Kelemahannya, aku akan merasakan sakit setelah persalinan lebih lama dari pada jika aku melahirkan normal. Pemulihan luka luar dan juga rahim juga lebih lama, sehingga jarak aman untuk hamil lagi adalah 2 tahun setelah dilakukannya bedah caesar.
- Apapun pilihan yang dipilih, baik induksi maupun bedah caesar kemungkinan bertahan hidup anakku sangatlah kecil.
Setelah mendengarkan penjelasan dari obgyn, aku dan suamiku
memilih untuk persalinan melalui bedah caesar. Pertimbangan kami adalah
rasa cinta kami kepada anak kami. Mana tega kami membiarkan anak kami merasakan
rasa sakit yang amat sangat yang kemungkinan besar menghilangkan nyawanya.
Biarlah aku yang merasakan sakit sedikit lama, tak apa, asalkan anakku selamat.
Dan obgyn memberikan jadwal persalinanku keesokan paginya. Selama menunggu saat
dianjurkan puasa, aku tetap makan tiga kali dan menghabiskan tiga cup es krim
450 ml dan satu cup es krim 150 ml, berharap berat badan janinku bisa bertambah.
Hari itu pun tiba. Aku berganti baju operasi, bulu
kemaluanku pun sudah dicukur, dan perawat sudah memasangkanku kateter. Aku
sudah siap untuk menjalani persalinan ini. Perawat memberiku kesempatan untuk
pamit dengan suamiku. Aku dan suamiku hanya saling pandang, tanpa berkata apa
pun. Lalu aku mencium tangannya dan dia mencium keningku. Aku mengucapkan satu
kata setelah itu, ‘maaf’. Lalu aku langsung didorong menggunakan kursi
roda memasuki ruang operasi. Aku mengucapkan kalimat tahlil dalam hati. ‘Ya
Allah, jika kau mengambilku hari ini aku sudah siap. Apapun kehendakmu atas aku
ataupun atas anakku, aku sudah siap menerimanya, Ya Allah.’ Prosedur
operasi pun di mulai. Aku mendapatkan bius lokal sehingga aku masih dalam
kondisi sadar saat operasi dilakukan. Tak lama kemudian aku mendengarkan suara
tangisan yang sangat kencang. Lebih kencang dari suara bayi-bayi yang lahir di
ruang bersalin saat masa-masa observasiku. ‘Alhamdulillah, Ya Allah. Terima
kasih banyak atas kasih dan sayang-Mu, Kau berikan kesempatan padaku
mendengarkan suara anakku.’
“Bayinya sudah lahir ya, Bu, laki-laki. Kecil, tapi
tangisannya kencang sekali,” kata obgynku. Lalu bayiku langsung dilarikan ke
ruang bayi untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Operasi berlangsung dengan lancar dan sangat cepat, mungkin
tidak sampai setengah jam. Aku pun sudah di kembalikan ke ruang rawat setelah 7
jam berada di ruang recovery.
Ibuku menceritakan bahwa anakku dilahirkan dengan selamat, walaupun
harus dirawat di NICU selama jangka waktu yang tidak diketahui. Dia menangis
sangat kencang, tapi ketika bapaknya mengadzankannya di telinga kanannya, dia
berhenti menangis dan menatap wajah bapaknya itu lekat-lekat (aku heran, apa
dia sudah bisa melihat saat itu). Dia juga aktif menggerakkan tangannya ke atas
dan ke bawah sambil membuka tangan dan juga menggenggam. Kakinya pun juga aktif
bergerak. Sudah ada garis tangan dan garis pada telapak kaki yang menunjukkan
bahwa sebenarnya dia sudah cukup usia saat lahir (dia lahir di usia kandunganku
35 minggu). Bidan perawat bilang jika semua organnya normal, bayiku hanya ‘kecil’
saja. Suatu keajaiban bayiku bisa bertahan di dalam kandungan padahal selama
kira-kira sebulan lebih dia harus ‘berpuasa’ di dalam sana. Air mataku tak
bisa dibendung lagi ketika mendengarkan penjelasan ibuku. Aku dan Suamiku
sepakat memberikan dia nama “MUHAMMAD SALAM”. Nama yang indah menurut
kami.
![]() |
Keterangan lahir Salam (doc pribadi) |
Aku tidak diperbolehkan masuk dalam ruangan bayi (tempat
anakku berada), menyusuinya pun tak boleh. Alasannya karena bayiku terlalu
kecil, sehingga membutuhkan perawatan intensif melebihi bayi yang ada di
ruangan yang sama. Jadi aku hanya bisa melihat bayiku melalui kaca di luar
ruangan itu di saat-saat tertentu saja. Aku bisa melihat bayiku yang memang
benar-benar aktif, terlalu banyak bergerak kalau dibandingkan dengan bayi-bayi
di ruangan itu.
Hari terakhir aku opname pun tiba. Aku dan suamiku sudah
selesai berkemas. Suamiku mengajakku ke ruang bayi. Dia memohon pada perawat
untuk memperbolehkanku masuk ke ruang bayi untuk melihat bayiku dari dekat
sebelum aku pulang ke rumah. Dan Alhamdulillah aku diperbolehkan masuk ke sana.
Untuk pertama kalinya aku bisa melihat anakku dari dekat, walaupun masih tak
diperbolehkan untuk menyentuhnya. Dia masih saja menggerak-gerakkan tangan dan
kakinya dengan semangat. Ketika aku ajak
bicara, dia seolah-olah menatapku dengan lekat. Aku masih heran, sebenarnya
apakah dia sudah bisa melihat saat itu. ‘Cepat sehat ya, Le. Cepat gendut
ya, sayang. Biar cepat-cepat kamu bisa pulang dan dirawat ibu di rumah. Ya
Allah sembuhkanlah anakku.’ Aku hanya diperkenankan menemui anakku
sebentar, tak ada 10 menit aku harus keluar dari ruangan itu. Walaupun sudah pulang
ke rumah, setiap hari aku datang ke rumah sakit untuk menyerahkan ASIP dan
melihat anakku dari kaca.
Hari yang tidak diinginkan itu pun tiba. Perawat menelepon keluargaku
dan meminta kami datang ke rumah sakit. Untungnya saat itu suamiku sudah ada di
Kediri, jadi aku, suamiku, dan orang tua kami bisa langsung ke rumah sakit.
Sesampainya ke sana suamiku langsung masuk ke ruang bayi untuk melihat kondisi
anak kami. Aku juga ingin masuk, tapi ibuku menahanku. ‘Jangan masuk, nanti
kamu tidak kuat,’ kata ibuku. Suamiku pun keluar dari ruangan itu sambil
menangis.
‘Anak kita tadi sesak napas dan setelah itu dia lupa napas.
Tapi jantungnya tetap berdetak. Sekarang dia muntah darah terus. Dokter bilang
kemungkinan besar dia tidak akan bertahan lebih lama lagi. Sekarang para
perawat dan dokter sedang berusaha keras untuk menyelamatkan anak kita,’ kata
suamiku.
‘Innalillahi wa innailaihi rojiun,’ ucapku. Aku tak kuasa
menahan tangis saat itu.
Tak lama kemudian dokter mengatakan bahwa nyawa anakku sudah
tak tertolong. Aku langsung masuk ke ruang bayi. Aku lihat kondisi anakku. Dia
sudah lebih gendut daripada terakhir kali aku melihatnya dari dekat. Aku bisa
melihat kalau dia benar-benar anak yang tampan. Dia memiliki bentuk wajah yang
bulat sepertiku. Rambutnya juga lebat dan hitam. Hidungnya mancung seperti
hidungku, tapi tulang dan jari-jarinya panjang seperti bapaknya. Dia juga
memiliki bibir yang tipis sepertiku, tapi warnanya gelap segelap warna bibir
suamiku. Bibirnya tersenyum saat itu. ‘Alhamdulillah, Ya Allah,’ ucapku sekali
lagi. Anakku meninggal dengan kondisi tersenyum. ‘Terima kasih, Ya Allah,
Kau telah mengangkat rasa sakit yang dirasakan anakku. Berikan anakku
surga, Ya Allah. Kasihi dia, sayangi dia, Ya Allah. Berikan kebahagiaan
baginya, Ya Allah,’ ucapku dalam hati. Aku ciumi seluruh badan anakku, dari
ujung kepala sampai ke kaki. Lalu aku pergi meninggalkan ruangan itu.
Anakku dimakamkan di hari yang sama dengan hari meninggalnya
dia. Aku tak bisa mengantarkannya di peristirahatannya yang terakhir, karena
saat itu aku masih dalam masa nifas. Aku sangat bersedih dengan meninggalnya
anakku dan merasa sangat bersalah karena tidak bisa merawatnya dengan baik di
dalam kandungan, tidak bisa menyusuinya secara langsung, bahkan tidak bisa
mengantarkannya di pemakaman. Aku tak bisa berhenti menangis pada hari itu. Di
malam hari saat aku berbaring di ranjang dan mencoba untuk tidur, aku
mendengarkan bisikan suara yang halus. ‘Assalamu’alaikum, Salam,’ kata bisikan
itu. Aku langsung membuka mataku lebar-lebar. Kondisi rumahku sunyi. Suamiku
sudah tertidur, aku juga yakin semua anggota keluargaku juga sudah terlelap. Tidak
mungkin itu mimpi, aku benar-benar sadar walaupun aku menutup mataku saat ada
suara itu. Dan entah bagaimana, tapi rasa sedihku sedikit demi sedikit mulai
berkurang.
***
Tiga minggu sudah kematian anakku, Salam. Sampai saat ini
pun terkadang rasa sedih itu datang. Aku juga masih menangis jika teringat
betapa sakitnya yang dirasakan anakku saat itu. Allah benar-benar menunjukkan
bahwa aku hanya manusia biasa yang tidak memiliki kuasa apa-apa, kuasa hanya
ada di tangan Allah. Dia bisa membuat anakku bertahan hidup tanpa asupan energi
di dalam rahimku selama lebih dari sebulan, dan Dia juga bisa mengambil nyawa
anakku kapanpun Dia mau. Yang bisa kulakukan hanya mengikhlaskannya serta merelakannya.
Karena aku sadar bahwa semuanya hanya milik Allah. Nyawaku maupun nyawa anakku
adalah milik-Nya. Aku tak berhak marah apabila sewaktu-waktu Allah meminta
milik-Nya kembali.
Aku bersyukur dalam masa ujian dari Allah ini Allah
memberikan berbagai kemudahan kepadaku. Pengurusan BPJS yang sangat mudah,
sehari sudah jadi dan bisa langsung digunakan. Dan dengan itu aku terbebas dari
biaya persalinan dan juga biaya perawatan anakku di NICU. Aku juga dipertemukan
dengan obgyn dan bidan yang hebat dan baik serta rela membantuku pada masa-masa
sulit itu. Aku juga sangat bersyukur Allah telah memberikanku suami dan anggota
keluarga (khususnya ibuku) yang selalu mengingatkanku akan kuasa Allah,
sehingga aku tetap bisa bersabar dan ikhlas dalam menghadapi ujian ini.
Mbak, semangat terus ya.
ReplyDeleteSaya sampai berkaca-kaca pas bacanya
Terimakasih dukungannya, Mbak Nike. 🙏
ReplyDeleteMbaaa, you are a great woman and mother!
ReplyDeleteAllah nggak mungkin kasih sesuatu ke hambaNya kalau hambaNya nggak kuat.
Ya Allah, semacam ada yang menuntun saya membaca tulisan ini, di saat beberapa hari ini saya merasa capeeekk banget ngurus anak-anak huhuhu.
Masha Allah, betapa tidak bersyukurnya saya!
Iya, Mbak Rey. Semangat terus ngurus anak-anak ya, Mbak. Semoga anak-anak sehat dan pintar-pintar semua.🙏
ReplyDeleteTurut berduka dan prihatin Mba. Semua menjadi takdir terbaik dari Allah. Mata ikut berair baca kisah ini :(
ReplyDeleteTerimakasih dukungannya, bang. 🙏
DeleteMba roem, aku nangis baca ini....:'(
ReplyDeleteMba roem ibu yang kuat dan hebat
Insyaalloh akan segera digantikan di waktu yang terbaik menurutNya, amiiiiin
Aamiin. Terimakasih doanya ya, Mbak Nita. 😊
DeleteJangan terlalu menyalahkan diri dan bersedih mba.
ReplyDeleteMbak roem sudah jadi ibu terbaik untuk ananda Salam, walaupun akhirnya ananda tercinta harus pergi.
Mbrebes mili saya mba baca kisah ini. Tak terbayang pedihnya. Teringat waktu melahirkan sulung saya dulu. Saya termasuk mudah melahirkan. Dan saya menangis sejadinya saat, setelah saya, terjadi proses melahirkan ibu lain yang sulit. Si anak meninggal sesaat setelah dilahirkan, ibunya menyusul kemudian karena pendarahan hebat, meski sudah dirujuk ke rumah sakit besar. saya ikut sediih sekali waktu itu. Dan sampai sekarang jadi pengingat kalau saya mulai lupa bersyukur pada Alloh.
Tabah ya mba roem, semoga segera bisa punya baby lagi. Dan bahagia.
Aamiin. Terimakasih doanya ya, Mbak Dewi.🙏
DeleteAku baru baca tulisan lama ini. Dan bacanya tetep aja ngerasa sediih banget. Tapi akupun yakin ,Salam sudah sangat gembira di surga. Dia masih suci, sudah pasti jaminan surga buatnya :).
ReplyDeleteTurut sedih juga mbak, tak menyangka mbak Roem punya kisah yang luar biasa.
ReplyDeleteMasa masa kehamilan memang menegangkan, tapi Alhamdulillah anak mbak Roem bisa lahir selamat biarpun lama tidak mendapatkan nutrisi makanan karena ada masalah di plasenta. Tapi sayangnya Allah berkehendak lain, semoga anak mbak Roem tenang dan bahagia di alam sana, amiiin.
Mbak roem yang kuat ya, semoga bisa cepat punya momongan lagi
Aamiin. Terima kasih doanya, Mas Agus.
DeleteTerus sekarang lagi promil lagi ya mbak biar cepat punya momongan? 😀
DeleteInsya Allah nanti dapat, soalnya sudah pernah punya anak. Aku juga anak yang sekarang itu anak ketiga, yang dua keguguran.
Semangat!!!
Iya, mas. Tapi sekarang berhenti dulu program hamilnya. Soalnya suami mau dinas kerja di Batam 2 bulan. Jadi bakalan 2 bulan gak ketemu sama sekali. 🙈
DeleteAamiin, mas. Ternyata aku gak sendirian ya. Banyak juga perempuan yang ngalami hal yang sama kayak aku, termasuk istrinya Mas Agus juga pernah keguguran sebelumnya. Pokok aku harus semangat terus ya. 💪🏽😁